Selasa, 03 September 2019

Ketua Umum JBMI H. Albiner Sitompul Lantik DPW JBMI Riau

Ketua DPW JBMI Riau mengibarkan bendera petakan JBMI selesai diserahkan oleh Ketua Umum JBMI.

JBMINews : Dewan Pimpinan Wilayah Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (DPW JBMI) Provinsi Riau untuk masa periode tahun 2019-2024 dilantik langsung oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (DPP JBMI), H. Albiner Sitompul, SIP,. MAP.

Setelah mengambil Ikrar dan Janji para pimpinan wilayah JBMI yang dilantik, H. Albiner Sitompul menyerahkan bendera petaka Jam'iyah Batak Muslim Indonesia provinsi Riau kepada Ketua DPW JBMI Riau  Indra Pomi Nasution, ST,. MT untuk dikibarkan ke seluruh Kabupaten Kota di Seluruh Provinsi Riau, kemudian dilanjutkan penyerahan Surat Keputusan DPP Tentang Susunan Personalia DPW JBMI Riau oleh Jabaruddin Hasibuan, SH selaku Wakil Sekretaris Jendral DPP JBMI kepada sekretaris DPW JBMI Riau Linda Irdayani untuk dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku dan sesuai dengan AD/ART JBMI.

Setelah prosesi pelantikan ketua DPW JBMI Provinsi Riau Memberikan Mandat Kepada DPD Kab. Kota Se- Provinsi Riau.

 Ketua Umum dan DPW JBMI Riau Mengulosi Gubernur dan Wakil Gubernur Riau serta Walikota Pekanbaru

Acara tersebut dilaksanakan di Gedung Daerah Provinsi Riau di Balai Sarindit tepatnya di Jl. Diponegoro, Pekan Baru pada hari Sabtu (31/8/2019). 

Hadir pada acara itu Gubernur Riau Drs. Syamsuar Nasution, M.Si, Wakil Gubernur Riau Brigjend TNI (Purn) H. Edi Natar Nasution, S.IP didampingi Wali Kota Pekan Baru Dr. H. Firdaus Nasution, ST. MT. TNI dan POLRI DPW JBMI Provinsi Sumut DPW JBMI Provinsi Jambi dan belasan DPD JBMI Kab. Kota se- Provinsi Riau. Para Pejabat Daerah Provinsi Riau dan Kota Madya Pekan Baru.

Berikut Nama- nama KSB Dewan Pimpinan Wilayah JBMI Provinsi Riau yang dilantik, yakni:
Dewan Penasehat: Ketua Drs. Syamsuar, Nasution, M.Si., Sekretaris Syafarin Nasution, S.Pdi, M.Ag Dewan Cendikia Dr. H. Firdaus Nasution, ST,. MT. Sekretaris Ir. Maruli Siregar, M.Si dan Dewan Pimpinan Wilayah JBMI Provinsi Riau Ketua Indra Pomi Nasution, ST,. MT Sekretaris Linda Irdayani Nasution Bendahara Hariyanto Harahap, SE. Ummahat Ketua Dr. Tuti Khairani Harahap, S.Sos. M.Si Sekretaris Dra. Nurhafisyah Hasibuan Bendahara Silvi Eriwati Nasution, A. Mae serta Gema (Generasi Muda JBMI) Ketua Muhammad Dahri Pane Sekretaris Naman Damanik, S. Pdi Bendahara Chairuddin Daulay.

Amatan media, acara dimulai pada pukul 09:00 wib oleh protokol dan dimulai dengan pembacaan Ayat Suci Al qur'an, setelah prosesi pelantikan dilaksanakan acara ditutup dengan do'a pada pukul 11:50 wib dan selanjutnya Makan Bersama.

Drs. Syamsuar Nasution, M.Si selaku Gubernur Riau dalam sambutannya, mengatakan, "Saat ini di Pemerintah Riau sedang menggalakkan Ekonomi Syariah, maka JBMI diharapkan dapat bekerjasama dengan pemerintah dan mampu membangun SDM yang dapat membangun perekonomian secara Syariah dan dapat berdaya saing dengan negara luar."

Dr. H. Firdaus Nasution, ST,. MT Wali Kota Pekan Baru, dalam sambutannya menyatakan ada beberapa point yang termaktub di dalam JBMI, yaitu Perbedaan, Persaudaraan, Kebersamaan.

"Mari kita rajut tiga point tersebut dan semoga dengan itu lahir lah pemimpin yang amanah dari tubuh JBMI", imbuhnya. 

Sementara itu Ketua Umum (DPP JBMI)  H. Albiner Sitompul, SIP,.MAP berpesan kepada JBMI agar tidak mengejar materi, namun yakinlah materi akan selalu bersama JBMI jikalau menghargai perbedaan dan mewujudkan  persaudaraan, kebersamaan serta menolak deradikalisme dan intoleran.



PRTS, Tokoh Adat/Marga, Masyarakat, dan Agama Tapanuli Raya Rekomendasikan H. Albiner Sitompul sebagai Menteri



JBMI News : Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persadaan Raja Toga Sitompul (PRTS) bersama para tokoh adat/marga, masyarakat, dan agama menilai Ketua Umum Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), H. Albiner Sitompul, S.IP, M.AP, layak menjadi Menteri di kabinet Pemerintahan Presiden Ir. H. Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin. PRTS akan mengirim surat rekomendasi ke Presiden Joko Widodo dalam jangka waktu dekat ini.

Dukungan kepada Ketua Umum Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), H. Albiner Sitompul, S.IP, M.AP, sebagai menteri di kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin periode 2019-2024, terus mengalir. Kali ini dukungan datang dari DPP Persadaan Raja Toga Sitompul (PRTS), para tokoh adat / marga, masyarakat, dan agama kepada Albiner Sitompul, salah satu putra daerah dari Tapanuli, Sumatera Utara.

Dukungan ini terungkap ketika digelar acara Seminar Nasional dan Silaturahmi Tokoh-Tokoh Nasional dengan tema: "Optimalisasi Budaya Dalihan Na Tolu dalam Mendukung Percepatan Destinasi Kawasan Wisata Danau Toba", di Sopo Partukkoan, Tarutung, Tapanuli Utara, Kamis (29/8/2019).

Pernyataan sikap dan dukungan dari tokoh adat/marga Karo kepada Albiner Sitompul sebagai menteri

Kegiatan yang diprakarsai DPP PRTS menghadirkan narasumber Ketua Umum DPP PRTS, Marsda TNI (Purn) Johnny FP Sitompul; Ketum JBMI, H. Albiner Sitompul;  Ketua Umum DPN Gepenta, Brigjen Pol (Purn) Dr. Parasian Simanungkalit SH, MH; dan Tokoh Dalihan Na Tolu, Dr. Henry P. Panggabean, SH, MS. Nampak hadir pula para tokoh adat/marga, masyarakat, dan agama dari Tapanuli Raya, Medan, Jambi, Bengkulu, Jakarta, dan daerah lain di Indonesia. Mereka memberikan semangat dan dukungan kepada Albiner Sitompul sebagai menteri di kabinet pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

 Pernyataan sikap dan dukungan dari tokoh adat/marga Pak Pak Barat dan Dairi kepada Albiner Sitompul sebagai menteri

"Sebagai organisasi sah yang diakui oleh pemerintah dan telah terdaftar dalam Surat Keputusan Kemenkumham dengan No.AHU-0003703.AH.01.07 Tahun 2018,  terpanggil untuk ikut serta berkontribusi dalam pembangunan nasional, secara khusus percepatan pembangunan kawasan destinasi wisata Danau Toba dengan mengadopsi pendekatan nilai-nilai budaya Dalihan Na Tolu," tutur Sekretaris Jenderal DPP PRTS, Subur MP Sitompul, SE, M.Ak, membacakan kesimpulan pada kegiatan di Kamis pagi hingga sore hari tersebut.
Pernyataan sikap dan dukungan dari tokoh adat/marga Tabagsel kepada Albiner Sitompul sebagai menteri

 Pernyataan sikap dan dukungan dari tokoh adat/marga Tobasa dan Samosir kepada Albiner Sitompul sebagai menteri

Disampaikan Subur MP Sitompul, Tapanuli merupakan salah satu bagian pusat peradaban Nusantara yang akan dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata nasional dan internasional. Sehubungan dengan hal tersebut, diyakini adanya beban yang begitu berat dalam mewujudkan mimpi masyarakat Tapanuli sebagai destinasi wisata Danau Toba yang di kemudian hari akan mampu memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

  Pernyataan sikap dan dukungan dari tokoh adat/marga Tapteng & Sibolga kepada Albiner Sitompul sebagai menteri

"Maka, atas nama masyarakat Tapanuli menghendaki putra terbaik Tapanuli yang mampu mengemban tugas dan tanggung jawab mulia ini. Sebagaimana hal tersebut,  maka PRTS bersama para tokoh adat, tokoh marga, tokoh masyarakat, dan tokoh agama, serta tokoh pemuda bersepakat untuk merekomendasikan kepada H. Albiner Sitompul, S.IP, M.AP, Ketua Umum Jam'iyah Batak Muslim Indonesia, sebagai salah satu pembantu dalam kabinet Presiden Ir. H. Joko Widodo dan Wakil Presiden Prof. KH. Ma'ruf Amin. Kami meyakini bahwa Bapak H Albiner Sitompul layak dan mampu untuk mengemban amanah dan tugas tersebut," papar Sekjen DPP PRTS Subur MP Sitompul.

DPP PRTS juga akan mengirimkan surat rekomendasi tentang dukungan penuh kepada Albiner Sitompul sebagai menteri kepada Presiden Joko Widodo yang telah ditandatangani oleh Ketua Umum DPP PRTS, Marsda TNI (Purn) Johnny FP Sitompul dan  Sekjen DPP PRTS, Subur MP Sitompul, SE, M.Ak, tertanggal 29 Agustus 2019.

Ketua Umum DPP GEPENTA Brigjend Pol (Purn) Parasian Simanungkalit, MH juga mengungkapkan Dukungan Penuh kepada H. Albiner Sitompul sebagai Menteri di Kabinet Jokowi - Ma'ruf Amin mendatang pada saat beliau hendak meninggalkan lokasi acara untuk bertolak kembali ke Jakarta.

Albiner adalah putra terbaik Tapanuli bahkan Sumatera Utara dan beliau juga mempunyai Visi yang banyak kesamaannya dengan Pak Jokowi, jadi maka karena itu beliau sangat layak untuk menjadi pembantu Pak Jokowi di Kabinet mendatang, ujar Ketum GEPENTA tersebut.

Minggu, 18 Agustus 2019

DPD JBMI Labura Ikuti Upacara HUT Kemerdekaan RI ke 74. Ketum JBMI : Ini Patut Dicontoh DPW & DPD maupun DPC Lainnya



JBMI-News : DPD JBMI Labuhanbatu Utara bersama dengan DPC JBMI Kualuh Selatan dan Aek Natas turut mengikuti Upacara HUT RI yang Ke 74 Tahun Dan Pawai Upacara tersebut dilaksanakan di Lapangan Bayangkara Polsek Kualuh Hulu Aek Kanopan, Sabtu 17 Agustus 2019.

Hadir pada Upacara dari JBMI Ketua DPD JBMI Labura Maruli Tanjung, SH,. MH Sekretaris DPD JBMI Labura Darwin Marpaung Wakil Ketua DPD JBMI Labura M. Yamin Simatupang Ketua DPC JBMI Kualuh Selatan Syahrul Azhar Siahaan Ketua DPC JBMI Aek Natas Surtay Abdurasyied Munthe Dan Pengurus dan Anggota Anggota  DPCD Dan DPC.

Hadirnya JBMI pada Upacara tersebut membuktikan bahwa JBMI Cinta terhadap Tanah Air Indonesia dan Menjunjung tinggi Al qur'an Dan Hadist dan UUD 1945 Serta Dalihan Natolu.
Dan juga sebagai bentuk Turut merasakan kegembiraan kemeriahan akan Kermerdekaan Republik Indonesia dari tangan Penjahat yang diraih dengan tetesan Nyawa Darah dan Air Mata. 
JBMI senantiasa Siap mengabdikan diri Untuk Nusa Bangsa Dan Agama tanpa kenal Pamrih.  Bekerja Ikhlas Bekerja Tuntas Bekerja Keras Insyaallah Cita cita Luhur akan tercapai.

Di saat Pawai dengan berjalan kaki JBMI Labura mengeluarkan Yel Yel.  "JBMI ", di Jawab "Allahu Akbar". dijawab "Dalihan,''  Natolu " Batak, " Muslim.  
Yang artinya JBMI senantiasa memperioritaskan kepentingan Agama timbang yang lainnya. Dengan Kalimat Tauhid Allahu Akbar membakar Semangat agar lebih banyak lagi berbuat Kebajikan Untuk  Dunia dan Akhirat. 
Dalihan Natolu adalah," Kultural Budaya Batak Somba Marhula - hula, Manak Marpedan Tubu, Elek Marboru".

Batak Muslim,  Meyakinkan bahwa Batak Itu jugA Ada yang Muslim bahkan masuk nya Islam yang pertama di  Nusantara Indonesia di tanah Batak yakni di Tapteng Barus. 
Usai mengikuti Pawai iring iringan dengan Pasukan Paskibraka. TNI, Polri , Satpol PP BPD. dan Ormas OKP lainnya. Jbmi berkumpul di Simpang Pangsean Seraya menikmati Air Kelapa Dingin dan Bersantap Makan Siang. Setelah melakukan berbagai topik diskusi JBMI membubarkan diri pulang kerumah nya Masing masing. (Ngatimin).

DPP JBMI mengapresiasi DPD JBMI Labura yang tetap eksis dalam ikut serta menghadiri upacara memperingati HUT RI ke 74 bersama Pemkab Labura, ini salah satu contoh yang harus diikuti seluruh DPW maupun DPD JBMI, ujar Ketum JBMI.

Minggu, 11 Agustus 2019

Mengupas Pemikiran Albiner Sitompul : Radikalisme Adalah Gangguan Penyakit Jiwa

 


Jakarta, JBMINews - Radikalisme dan Intoleransi masih menjadi batu sandungan bagi rencana pembangunan jangka menengah nasional pemerintahan Presiden Joko Widodo - KH. Ma'ruf Amin selama 5 tahun kedepan. Isu politik radikalisme masih berkembang, bahkan radikalisme dipolitisasi untuk menyerang Islam. Apakah demikian?

H. Albiner Sitompul S.IP, M.AP, Ketua Umum Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) merespon hal itu dengan menegaskan bahwa anggapan yang menyebut isu radikalisme sengaja digembar-gemborkan untuk menyerang Islam, adalah salah.

Menurut Albiner, radikalisme adalah gangguan kejiwaan yang penanganannya harus melalui beberapa tahapan terlebih dahulu sebelum diambil tindakan. Albiner tidak sepakat jika orang-orang yang terpapar radikalisme langsung dilakukan penindakan tanpa ada solusi pengobatan terlebih dahulu.

"Kita awali dulu pada waktu lahirnya Islam, zaman jahiliyah. Pada waktu itu, pembunuhan dilegalkan. Lalu lahirlah Nabi (Muhammad SAW) nabi dari suku Quraish melawan kejahiliyahan itu, dan melawan radikalisme itu dengan kekuatan Allah Sabar dan kuat. Kemudian Nabi menerima Wahyu dari Allah SWT yang dihimpun oleh sahabat nabi ketika beliau mangkat, namanya Al Quran." Obat dari segala macam penyakit, ancaman dan lainnya," kata H. Albiner Sitompul di Kantor DPP JBMI, Selasa kemarin (6/7/2019).

Menurut Ketum JBMI, Al Quran adalah peta sosial, yang menerangkan bahwa manusia itu diciptakan bersuku-suku, berbangsa-bangsa tidak lain adalah untuk saling mengenal, sebab, kalau tidak ada saling mengenal, maka dia punya masalah sosial.

"Islam itu adalah Rahmatan Lil alamin, (Jadi) Radikal itu tidak pernah diajarkan di dalam Al-Qur'an." kata Albiner.

Dari peta sosial tadi, menurut Albiner ada berbagai suku bangsa yang harus saling mengenal. Jika tidak mau saling mengenal, maka, yang ada adalah hegemoni. dalam hal ini, manusia sebagai mahluk sosial berubah menjadi fundamentalis. "Manusia sebagai mahluk sosial berartikan dia mempunyai jiwa sosial, ketika jiwa sosialnya ini rusak, maka dia sakit jiwa sosial, bukan sakit jiwa saraf yang tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Penyakit jiwa sosial itu karena dia tidak beriman," kata ALbiner.

Menurut dia, jika dikaitkan dengan kegiatan sosial yang lebih hebat lagi, bahwa dua kalimat sahadat itu adalah sosial dalam kehidupan. Habluminallah dan sosialnya ada di Habluminanas. Demikian juga sholat, Sholat itu adalah kehidupan sosial, Habluminallah, hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia ketika berjamaah. "Nah, jika hubungan manusia dengan manusia kemudian terganggu karena jiwanya, maka manusia itu bisa menjadi radikal," kata Albiner.

Ketua Umum JBMI ini kemudian membagi penanganan radikalisme dengan beberapa tahapan. Deradikalisasi itu harus ditangani dengan beberapa tahapan seperti Pre-entif, Preventif, Kuratif dan Refresif.

Pre-entif

Menurut Albiner, pentingnya deteksi dini perilaku radikalisme melalui pre-entif. Sederhananya, kalau ada seseorang yang melakukan segala sesuatunya serba sendiri-sendiri maka berarti ada gangguan pada sisi sosialnya. "Kenapa orang itu tidak mau berkumpul, berarti ada penyakit jiwa sosialnya, maka dia ada kemungkinan punya jiwa yang radikal." katanya.

Sehingga kalau dikatakan ada satu komunitas islam dengan komunitas islam lain yang saling menuduh, misalnya dia (komunitas atau organisasi islam yang satu) dikatakan baik, yang lain dikatakan buruk, itu bukanlah jiwa sosial. Bahkan sudah menghilangkan jiwa sosial.

"Ketika kita mengatakan orang buruk, Allah mengatakan dalam alquran sebagai jiwa sosial, janganlah engkau menuduh orang buruk, karena orang buruk yang kau tuduh belum tentu lebih buruk dari kau. Kau bisa lebih buruk dia. Maka jangan dituduh orang itu buruk. Melanggar hal-hal yang melanggar kehidupan sosial, maka Allah pun menurunkan surat, saling mengingatkan, saling nasehat menasehati, jangan langsung menjustice." Papar Albiner.

"Nah disinilah fungsi pemerintah, bagaimana kehidupan sosial ini harus disosialisasikan terus. Sikap pre-entif berguna untuk mendeteksi dini kemungkinan perilaku jiwa radikal dalam kehidupan." kata dia.

Dalam paparannyaa, Albiner Sitompul menekankan bahwa yang dapat mensosialisasikan sikap pre-entif adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) yang menyampaikan jiwa sosial itu secara detail bagaimana hidup berbangsa dengan perbedaan-perbedaannya.

Menurut Albiner, kehidupan berbangsa di Indonesia tidak dapat ditangani oleh satu agama, sebab dapat bersinggungan dengan kepentingan agama yang lain. Oleh karena itu, harus ditangani oleh KemKominfo untuk menjembatani bahwa manusia itu makhluk sosial. "Sosial terus. Dari bangun tidur dan tidur kembali, manusia itu dan dia tau adalah makhluk sosial yang menyayangi manusia, menyayangi lingkungan hidup, meyanyangi semuanya. Tidak membuat kerusakan di muka bumi, nah itulah manusia." terang Albiner.

Oleh karena itu, Albiner tidak sependapat jika ada hal-hal yang salah yang terjadi pada seseorang, langsung diambil tindakan. Menurutnya, harus diambil tindakan pengobatan terlebih dahulu sebelum diambil tindakan lainnya.

"Harusnya kita mengobati orang itu dulu, dimana gangguan jiwanya. Itulah perannya Pre-entif, jauh sebelum terjadinya kejadian, seseorang itu sudah mengetahui jika ada kelainan atau jika ada sesuautu yang berbeda terhadap orang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa ada kesehatan jiwa sosial tadi yang terganggu sehingga dapat segera ditangani." tandasnya.

Preventif

Paparan radikalisme dapat masuk kesemua sektor kehidupan bersuku bangsa. Sosialisasi pre-entif yang dilakukan Kementerian kominfo, harus dilakukan secara simultan dan terus menerus. Sementara untuk peran Preventif, menurut Albiner, perannya kementerian pendidikan dan kebudayaan.

Pada saat preventif itu disitulah perannya seorang guru. Fokus seorang guru itu melakukan hal-hal preventif. Pendidikan dan kebudayaan itu sebagai dua sisi mata uang yang harus dipadukan. Misalnya, Pendidikan budaya teknologi, budaya modernisasi, budaya ilmu pengetahuan, budaya semua kehidupan, itu adalah budaya yang ditingkatkan dengan teknologi peradaban.

"Tugas guru adalah membimbing manusia untuk menjaga peradaban. Disitulah preventif. Jangan langsung ditangani ulama, guru dulu. Ketika orang diajari untuk mengajari bahwa itu adalah pendidikan dan budaya, nah disini ada sinerginya dengan agama. Amar ma'ruf, karena masing-masing agama punya ketentuan-ketentuan di dalam habluminallah," kata Albiner.

"Pre-entif adalah habluminanas, sementara Preventif adalah habluminallah. Ini harus disampaikan." tandasnya.

Kuratif - Dalihan Na Tolu

Tetapi ketika ada persoalan yang melenceng dari budaya dan agama dalam peradaban, maka pencegahannya melalui kuratif, salah satunya melalui adat istiadat yang melekat dalam kebangsaan di Indonesia. Contohnya adalah budaya Malu atau dalam adat Suku Batak dikenal dengan nama "Dalihan Na Tolu".

"Budaya malu sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak nenek moyang dulu. Malu melanggar adat, maka JBMI selalu mendorong pemerintah daerah, di sumatera utara untuk mengangkat Dalihan Na Tolu. Ini sesantinya orang batak, baik dia Islam, Kristen, Hindu atau Budha, dia harus patuh kepada dalihan na tolu kalau dia batak." terang Albiner.

Dalihan Na Tolu esensinya terbagi 3 yaitu: Somba marhula-hula (Tulang), Elek marboru (Boru), dan Manat mardongan tubu (Semarga) yang tentunya memiliki hak dan kewajiban terstruktur dan bersifat tetap. Yang pertama Somba Marhula-hula merupakan istilah pertama yang bermakna bahwa kita harus menghormati hula-hula kita yang merupakan saudara laki-laki dari pihak istri (Saudara laki-laki dari seorang perempuan). Kedua, Elek Marboru yang bermakna kelemah-lembutan dalam bersikap terhadap boru perempuan yang merupakan saudara perempuan kita. Ketiga, Manat Mardongan Tubu yang berarti bahwa kita harus akur terhadap saudara yang semarga dengan kita.

Ketiga istilah dalam Dalihan Na Tolu tersebut melekat pada diri setiap orang Batak. Setiap orang Batak pada suatu waktu akan berposisi sebagai salah satu diantara hula-hula, atau berposisi sebagai boru dan atau berposisi sebagai dongan tubu. Hal itu tergantung sebagai apa posisinya dalam adat pada waktu sebuah pesta adat dilaksanakan.

Setiap orang Batak dalam sebuah pesta/acara adat pasti akan berposisi diantara salah satunya yaitu mungkin akan melakoni sebagai hula-hula, atau boru atau dongan tubu. Dengan adat yang kompleks seperti itu, Tak salah jika orang Batak disebut sebagai sebuah bangsa karena memiliki dan menjujung adat Dalihan Na Tolu yang terkenal hingga keluar negeri. Itulah keindahan adat sekaligus kearifan lokal bangsa Batak yang juga memilki aksara tulisan beserta bendera Batak.

"Pada sisi preventif tadi, jika ada kelainan, maka dikuratif dulu, diobati dulu, jangan langsung dikasih obat tanpa adanya pemeriksaan. Semua harus diperiksa dulu. Maka ini perannya dokter penyakit jiwa. Harus mudah diperoleh masyarakat. Disitu sudah ada dokter kesehatan jiwa. Tidak bisa kita sama ratakan bahwa semua manusia itu sehat. Budaya kesehatan itu diawali dari psikis, jangan sampai kita tidak tau ada jiwa yang radikal tadi. Karena sampai sejauh mana kesehatan jiwa sosialnya itu perlu ada pemeriksaan. Kalau itu gangguan kesehatan jiwanya, Inilah perannya Kementerian Kesehatan. Jangan sampai terjadi nanti sudah ada kejadian korban yang banyak, barulah diambil tindakan." kata Albiner.

"Dari tiga penjelasan saya tadi, itu harus menjadi sebuah sistem pwmbinaan sumber daya manusia." terangnya.

Albiner kembali menjelaskan, bahwa Guru memberikan pendidikan budaya, namun selama masa pendidikan ini, akan ada pengaruh lingkungan yang menganggu. Dan sebesar apa pengaruh lingkungan tentang kejiwaan sosial ini terganggu? Yang tau itu hanyalah psikiater. Dan psikiater itu ada di kementerian kesehatan.

"Banyak orang cerdas, banyak orang pandai, tapi kesehatan jiwanya ini, ya Kemenkes yang memeriksa. Jika sudah ada tanda-tanda jiwa radikalnya, harus diobati dulu." kata Albiner.

Albiner menegaskan, secara khusus, JBMI sudah diperintah presiden Jokowi untuk mensosialisasikan Dalihan Na Tolu. Menurutnya, Dalihan Na Tolu sudah diseminarkan untuk dilihat dari berbagai sudut pandang agama, kesimpulannya, tidak ada yang salah dari dalihan natolu, hingga dijadikan sebagai salah satu kearifan lokal.

Bahkan menurut hasil penelitian LIPI, banyak nilai luhur yang dapat dipetik dari kearifan lokal adat Batak tersebut. Setiap orang Batak akan selalu menjaga keharmonisan baik didalam kekeluargaanya maupun dalam berbangsa. Selain itu dengan tetap tidak lupa adatnya, tidak lupa tarombonya (tutur posisi adatnya) dan tidak lupa siapa dirinya dalam adat.

Represif

Tindakan sejak Pre-entif, Preventif, hingga Kuratif merupakan kerangka dasar dari program deradikalisasi yang menjadi acuan pemerintahan Jokowi periode dua ini. Perencanaan Pembangunan tidak bisa dilepaskan dari pengaruh radikalisme sehingga program deradikalisasi menjadi pemeran utama dari pembangunan yang dicanangkan Jokowi.

Tidak saja radikalisme, namun sikap intoleran dan frustasi turut melandasi lahirnya pemikiran Albiner Sitompul untuk segera membenahi persoalan kebangsaan ini melalui pre-entif, preventif, kuratif dan refresif. Lantas dalam bentuk apakah refresif dapat dijadikan sebuah tindakan agar dapat menuntaskan radikalisme?

Albiner mengatakan, tindakan refresif dapat dilakukan jika tindakan pre-entif, preventif dan kuratif tak mampu menjadi solusi bagi 'pengobatan' radikalisme, baik pada diri sesorang maupun pada golongan atau organisasi yang ada di tengah-tengah masyarakat. Pancasila sudah mengatur sedemikian rupa nilai-nilai yang jika diimplementasikan akan sangat sesuai dengan pemikiran Albiner Sitompul dalam hal pendidikan kebudayaan berbangsa dan bernegara.

Refresif itu adalah penegak hukum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pertahanan hingga kepolisian, itulah yang menangani. Ketika terjadi sebuah kejadian itulah haknya penegak hukum. Namun begitu, Albiner berharap janganlah sampai terjadi tindakan dari penegak hukum. Harus ada upaya yang terlebih dahulu dilakukan untuk mencegah sifat radikalisme itu lahir.

Kesimpulan

Berikut adalah urutan penanganan deradikalisme sejak dini yang dapat dilakukan oleh Kementerian-kementerian Kabinet kerja Jokowi. Penanganan Pre-entif dilakukan oleh Kementerian Kominfo, Preventif dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama juga Kementeriann Lainnya, sementara Kuratif dilakukan oleh Kemenkes, Kemensos, juga kementerian lainnya.

"Jika terjadi tindakan kejahatan, barulah dilakukan oleh penegak hukum." tandasnya.

Sosok H. Albiner Sitompul:

Lahir di Sibolga 23 pebuari 1964, Ayahnya seorang Veteran H. Djaronga Sitompul dan ibunya Hj. Boru Panggabean. Menikah dengan seorang dr. Giri Wati Yoga Sara Almamater Universitas Padjadjaran. Dikaruniai 3 orang anak, Abdul Karim kuliah di Fakultas Hukum Universita Andalas, Nur Annisa kuliah di Fakultas Teknik Kimia Universitas Brawijaya, Nur Auliah sekolah di SMP 9 Ciracas, Jakarta Timur Kelas 8.

Setamat SMA Albiner Sitompul kuliah di Fakultas Teknik USU Medan Tahun 1983. Tidak selesai dikarenakan mengikuti Pendidikan Akademi Militer 1984. Mengawali tugas 1988 di Paspampres kemudian 1999 sampai 2001 membantu Presiden ke 3 Pasca Presiden BJ. HABIEBIE. Kemudian menjadi Guru Militer Kavaleri, Komandan Batalion Kavaleri 9 dan 2 kali menjadi Komandan KODIM sampai 2010.

Pernah gagal proses Pilkada Bupati Tapanuli Tengah 2011 melanjutkan tugas sebagai STAF DINAS PENERANGAN Angkatan Darat dan Kepala Penerangan KOSTRAD kemudian Asisten Toriturial Kodam XVII di Papua. 2014 selanjutnya dipromosikan Perwira Tinggi melaksanakan tugas Kepala Biro Pers Media dan Informasi sekertariat Presiden Susilo Bambang Yudoyono hingga Presiden Joko Widodo sampai 2015. Akhirnya menjadi Tenaga Pengkaji Bidang Diplomasi LEMHANAS RI.

Berawal dari permintaan Panitia Munas Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) 2016 menjadi Ketua Umum DPP JBMI sampai 2021. Kemudian memprakarsai Pembangunan Titik O Peradaban Isiam di Barus dengan harapan menjadi Otorita Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi
Sumatera Utara (Sumut) meliputi Kabupaten Singkil dan Kota Subulussalam Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam.


Menyelengarakan beberapa kali Seminar salah satu diantaranya Seminar Nasional Penerapan Dalihan Na Tolu ditinjau dari Pandangan Semua Agama dan Pancasila 2017, kemudian menyelenggarakan Silaturahmi Nasional JBMI dengan semua Tokoh Agama di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara, 2017 Memprakarsai dibentuknya Desa Wisata Tuan Syekh Ibrahim Sitompul di Janji Nauli, Pahae disetujui Bupati Tapanuli Utara Drs. Nikson Nababan, M.Si. Kemudian memprakarsai masa Tanam Padi serentak seluas 16.000 Hektar dengan menghimbau melaksanakan Syariat Islam hingga Panen Raya bersama 4 bulan kemudian dengan hasil 7 Ton/Hektar, 2018 di Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumut.

Kemudian melaksanakan penelitian bersama terhadap kehidupan Suku Anak Dalam (SAD) di 8 Kabupaten Provinsi Jambi selama 5 minggu yang diakhiri dengan proses pembangunan Pondok Pesantren terpadu khusus SAD, 2019.
Selama mengabdi pernah memperoleh Medali emas Juara Tembak Nasional beregu 1994. Pernah Juara I Karya Tulis Teritorial Tingkat Angkatan Darat dan Mabes TNI 2005, 2006, 2008. Demikian H. Albiner Sitompul S.IP M.AP. **

Jumat, 02 Agustus 2019

Presiden LIRA : Pak Albiner Menjadi Salah Satu Orang Yang Diusulkan di Kabinet Jokowi - K.H. Ma'ruf Amin

Foto bersama usai acara bertajuk Meneropong Visi & Misi 5 Tahun Pemerintahan Jokowi - K.H. Ma'ruf Amin yang di Narasumberi oleh H. Albiner Sitompul (Ketum JBMI), Indra J. Piliang (Pengamat Sosial Politik) dan Dr. M. Qodari (Indo Barometer) yang diselenggarkan oleh LSM LIRA (1/8/2019)

JBMINews : Ketua Umum Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), Albiner Sitompul, diusulkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) untuk masuk ke dalam Kabinet Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin Periode 2019-2024.

"Memang nama Pak Albiner menjadi salah satu orang yang diusulkan di Kabinet Jokowi-Amin," ungkap Presiden LSM LIRA, HM. Jusuf Rizal, dalam diskusi yang bertajuk 'Meneropong Visi Pemerintahan Jokowi-Amin 5 Tahun Kedepan' di Kantor DPP LSM LIRA, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2019).

Rizal mengatakan, Jokowi ke depan akan lebih percaya diri dalam memilih pembantunya karena tidak tersandera dukungan elektoral. Namun, menurut Rizal, tidak bisa dinafikan bahwa Jokowi butuh dukungan koalisi di parlemen.

Lebih lanjut, Rizal menyampaikan, terkait kementerian apa yang cocok bagi mantan ajudan Presiden RI Ketiga BJ Habibie itu, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi.

"Nah kalau menurut saya, mana yang cocok, jangan tanya saya, tanya pada Jokowi, karena dia yang membutuhkan," katanya.

Sementera itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, mendorong LSM LIRA untuk segera mengusulkan nama-nama calon menteri itu kepada Jokowi.

"LIRA yang memiliki jaringan seluruh Indonesia harus segera mengusulkan nama-nama ke Jokowi," ujarnya.



Minggu, 28 Juli 2019

Ketum JBMI, H. Albiner Sitompul, S.IP, M.AP : Pentingnya Dibentuk BNPKAT untuk Komunitas Adat Terpencil


KETUA UMUM DPP Jam’iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), H. Albiner Sitompul, S.IP, M.AP, telah merampungkan hasil penelitiannya setelah 2 bulan berasimilasi dengan Suku Anak Dalam (SAD) di Provinsi Jambi. Bundel buku hasil penelitian bersampul depan  bergambar Albiner Sitompul mengenakan kaos warna hitam, kopiah putih di kepala, dan berserebet sarung sedang memberikan permen kepada seorang bocah perempuan  SAD , ia beri judul: “Pengaruh Implementasi Kebijakan Publik Pemberdayaan Generasi Muda Suku Anak Dalam Mencegah dan Menyelesaikan Konflik di Provinsi Jambi Dalam Rangka Ketahanan Nasional.”

Keberadaan SAD di Jambi memang sudah terekspos oleh media massa, baik cetak maupun elektronik. Lantas, mengapa seorang Albiner Sitompul begitu serius bahkan rela meninggalkan keluarga kecilnya selama 2 bulan untuk beradaptasi, bersosialisasi, hingga melakukan penelitian terhadap SAD yang tersebar di delapan kabupaten yang ada di Provinsi Jambi.

“Ada banyak poin penting yang saya dapatkan dari hasil penelitian langsung ini. Saya kira penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya,” kata Albiner Sitompul memberikan bocoran hasil petualangannya di wilayah pedalaman Jambi.

Berada di tengah-tengah suku pedalaman memang sudah tak asing bagi mantan Kepala Biro Pers Istana  di masa Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ketika menjabat Asisten Teritorial TNI di Papua, Albiner Sitompul kerap berinteraksi dengan komunitas adat terpencil di Bumi Cendrawasih

Mengulik lebih dalam misi mulia pria kelahiran Sibolga, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 23 Februari 1965 ini terhadap SAD di Jambi, Syarifudin dari Visioneer tergelitik untuk mewawancarainya. Berikut petikannya:

Bagaimana ceritanya Anda tertarik melakukan penelitian terhadap keberadaan Anak Suku Dalam di Jambi?

Semua itu berawal dari dibangunnya Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, yang digagas oleh Jam’iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI). Pembangunan tugu ini telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Maret 2017.

Pembangunan Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara ini sebagai simbol masuknya ajaran agama Islam ke tanah Batak sejak abad ke-10 Masehi. Namun, eksistensi masyarakat Islam di tanah Batak telah dimulai sejak dua atau tiga abad sebelumnya. Hal ini dibuktikan adanya makam mahligai bertarikh abad ke-8 Masehi di Barus, yang menguatkan keberadaan komunitas Muslim yang mapan di tanah Batak.

Zaman kolonial Belanda menjajah Indonesia, sekitar tahun 1890-an, di Desa Janji Angkola, Tapanuli Utara, ada salah satu pemuka agama Islam, yaitu Tuan Syeikh Ibrahim Sitompul. Beliau juga Kepala Kampung Janji Angkola yang melakukan perlawanan dan melakukan aksi politik terhadap penjajah Belanda di tanah Batak. Konon, Tuan Syeikh Ibrahim Sitompul tak hanya menyiarkan agama Islam di tanah Batak, tapi juga ke wilayah lain di Sumatera, termasuk ke Jambi.

Sebagai organisasi Islam, bagaimana JBMI memposisikan diri di tengah perbedaan agama yang ada di tanah Batak?

Saya adalah Ketua Umum DPP JBMI. Dalam proses pemilihan Ketum JBMI, sebelumnya saya diminta oleh umat Batak Muslm untuk ikut dalam Musyawarah Nasional (Munas) JBMI yang digelar Januari 2016. Hasil aklamasi mereka meminta dan menerima saya sebagai Ketum DPP JBMI untuk periode 2016-2021. 

Pandangan saya terhadap Batak Muslim adalah dari sisi budaya bahwa Batak itu mempunyai keunikan. Uniknya di adat istiadat Dalihan Natolu yang mengatakan, elek marboru, somba marhula hula, manat mardongan tubu. Elek marboru artinya, kita harus menyayangi putri kita, keluarga putri kita, dan semua keluarga dari pihak putri. Jadi, kita harus menyayangi, mengayomi, melayani mereka. Maksud Somba marhula hula adalah kita harus menghormati keluarga dari istri kita, keluarga dari ibu kita, dan keluarga dari nenek kita. Mereka adalah ibu bagi kita yang melahirkan semua keturunan kita. Sesama keturunan kita namanya manat mardongan tubu. Jadi, kita harus saling menghormati, saling setara, menjaga kebersamamaan, dan membina hubungan kekeluargaan. 

Itulah makna dari Dalihan Natolu. Uniknya lagi, ketika orang Batak itu memeluk agama Islam, Kristen, Hindu, atau Budha, tapi Dalihan Natolu tidak berubah. Walapun beda agama, dia tetap memanggil Tulang, Namboru, Abang, Adik, Bapak Tua, Bapak Uda, dan Anak.

Saya contohkan untuk adat hula hula, Bobby Nasution menikah dengan Kahiyang Ayu, putri Presiden Jokowi, yang notabene orang Jawa. Kemudian pihak dari Presiden Jokowi berasimilasi dengan adat Batak, maka diangkat dengan gelar marga Siregar. Bobby yang bermarga Nasution memanggil Tulang kepada Siregar. Itulah contoh konkritnya.

Tahap selanjutnya setelah Anda terpilih sebagai Ketum JBMI?

Saya memulainya dengan menyelenggarakan Silaturahmi Nasional (Silatnas) JBMI yang kegiatannya antara lain mengadakan seminar di Mandailing Natal. Acara Silatnas JBMI ditutup oleh Presiden Jokowi pada Maret 2017. 

Materi pembahasan seminar untuk membangkitkan marwah Dalihan Natolu. Bahwa orang Batak ada yang beragama Islam, Hindu, Budha, dan Kristen. Bahwa Batak itu adalah budaya. Dengan Dalihan Natolu mereka bisa berasimilasi, menjalin, menjaga kebersamaan,  keutuhan hubungan kekerabatan, dan silaturahmi, baik sesama adat maupun di luar adat Batak. Apakah itu dengan suku Padang, Palembang Melayu, Jambi Melayu, Jawa, Sunda, Dayak, Kalimantan, dan suku lainnya, mereka punya hubungan kekerabatan dengan orang Batak. Ternyata ajaran Dalihan Natolu tidak bertentangan dengan agama dan Pancasila.

Presiden Jokowi saat memberikan sambutan acara penutupan Silatnas JBMI juga berpesan agar JBMI sebagai ormas harus mewujudkan persatuan, kesatuan, kebersamaan, dan persaudaraan dengan semua suku yang ada di Indonesia.

Nah, setelah peresmian Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Barus, saya melakukan perjalanan ke Pekanbaru, Padang, sampai ke Palembang.  Ketika menginjakkan kaki di Jambi, saya melihat ada sebuah keunikan terhadap aktivitas dan kehidupan Suku Anak Dalam. Semakin saya perhatikan, semakin dalam keingintahuan saya tentang Suku Anak Dalam. Bathin saya bertanya,  di mana beradanya Suku Anak Dalam? Apakah dia pemeluk agama Hindu, Budha, Kristen, atau Islam? Dari situlah saya memutuskan untuk melakukan penelitian. Kemudian saya bertemu dengan Jenang yang menjadi perwakilan Suku Anak Dalam yang berada di perkampungan umum. 




 Kapan penelitian itu mulai dilakukan? 

Saya mulai melakukan penelitian pada Maret 2019. Namun, saya sempat istirahat ketika bulan puasa di Mei 2019.  Saya melanjutkan penelitian setelah sepuluh hari lebaran hingga 17 Juni 2019. Setelah saya mendalami, saya semakin asyik bersilaturahim, berdialog dengan penduduk Suku Anak Dalam yang tersebar di delapan kabupaten Provinsi Jambi

Dari delapan kabupaten itu, sebanyak enam kabupaten terdapat Suku Anak Dalam, dan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur didiami Suku Duano. Suku Duano adalah suku anak pantai. Mereka  sebelumnya hidup di perahu, namun sekarang sudah berada di atas pondasi kerangka kayu di atas laut.

Di wilayah hidup Suku Duano ini sudah banyak masyarakat pendatang dan berinteraksi sosial dengan baik dengan masyarakat Duano. Kondisi ekonomi dan kehidupan Suku Duano lebih rendah (miskin) dari ekonomi dan kehidupan pendatang, karena mereka mempunyai jaringan perdagangan dengan masyarakat luar. Keadaan masyarakat Suku Duano digolongkan dengan masyarakat miskin oleh Kementerian Sosial RI.

Sementara penyebutan Suku Anak Dalam diistilahkan oleh Profesor Munthalib, Guru Besar Universitas Islam Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Dalam penelitian saya di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Bungo, Tebo, Muaro Jambi, Batang Hari, Sarolangun, dan Marangin, ada keanehan kebiasaan Suku Anak Dalam yang tinggal di Batang Hari, namanya Suku Batin. Asal muasal mereka berasal dari Kerajaan Mataram dan Majapahit. Yang di Tebo, Muara Bungo, Marangin, mereka banyak berasal Pagaruyung, Minangkabau, Sumatera Barat.

Mengapa mereka lebih memilih tinggal dan menetap di hutan belantara?

Dahulu, mereka mereka adalah prajurit-prajurit kerajaan. Mereka tidak mau dijajah, kemudian lari ke pedalaman dan membangun pertahanan. Hingga tersebutlah orang Rimbo, Kubu, dan Batin. Mereka adalah Suku Anak Dalam yang berada di Jambi.

Saya terus mencari tahu.  Dimanakah sebenarnya Suku Anak Dalam ini dipetakan oleh pemerintah? Terus seperti itukah kehidupan dengan era globalisasi dan modern seperti sekarang ini? Apakah di antara mereka menginginkan perubahan? Karena sebagian dari mereka sudah mengenal teknologi. Sudah memiliki sepeda motor, mengenal gadget dan internet, khususnya para anak muda. Maka saya buatlah penelitian berjudul: Pengaruh Implementasi Kebijakan Publik Pemberdayaan Generasi Muda Suku Anak Dalam Mencegah dan Menyelesaikan Konflik di Provinsi Jambi Dalam Rangka Ketahanan Nasional.

Kenapa saya buat kebijakan publik? Dari data dan referensi yang saya baca bahwa sejak 1973 mereka sudah dibina oleh pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial RI. Namun kondisi mereka masih memprihatinkan.  Bahkan sudah banyak Suku Anak Dalam berada di luar pemukimannya dalam kondisi hidup kurang stabil, diawali dengan maraknya Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan berpindah tangan ke Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan, Hutan Tanaman Indistri (HTI), dan pertambangan.

Bisa dicontohkan tradisi yang dilakukan Suku Anak Dalam?

Saya melihat ada tradisi berbeda di masing-masing Suku Anak Dalam ketika kerabatnya meninggal. Orang Kubu di Batang Hari, misalnya, jika ada kerabatnya meninggal, jenazahnya ditanam (dikubur). Kalau orang Rimbo, mereka meletakkan jenazah di atas kayu kemudian ditutup kain panjang. Jenazah itu dibiarkan begitu saja, lalu mereka yang masih hidup melangun ke wilayah lain untuk meninggalkan kedukaan itu. Biasanya, mereka akan datang kembali setahun atau dua tahun berikutnya setelah melangun ke wilayah lain.   
 
Sayangnya, aktivitas melangun untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, saat ini tidak mereka dapatkan. Sejak pemukiman mereka tergusur oleh perusahaan perkebunan, mereka tidak memiliki lagi benteng pertahanan.

Saya pernah baca di perpustaan di Jerman, disebutkan bahwa  pemukiman asli penduduk Suku Anak Dalam masih ada di tahun 1908. Kalaupun mereka sudah dibina oleh pemerintah sejak 1973, menurut saya pembinaannya tidak berhasil.

Mengapa pembinaan itu tidak berhasil?

Berdasarkan penelitian saya, umumnya mereka mengungkapkan karena kehidupan asli, bahkan adat istiadat mereka telah tergusur dan tidak lagi dilestarikan. Dari permasalahan yang dihadapi Suku Anak Dalam itu, saya berinisiatif ingin membangun sebuah pondok pesantren. Hingga akhirnya tercetuslah pembangunan Pondok Pesantren Terpadu JBMI di Kabupaten Tebo, sekaligus menjadi Melangun Destination bagi Suku Anak Dalam di Jambi.

Di Ponpes Terpadu JBMI ini bukan hanya bagaimana mengajarkan pendidikan agama, tetapi bagaimana mereka mendapatkan berbagai keterampilan. Karena, Presiden Jokowi sering menyampaikan bahwa bonus demografi jangan menjadi ancaman bagi bangsa, tapi sebagai anugerah. Karena itu, harus kita siapkan SDM yang produktif, kreatif, dan berkualitas. Presiden juga menyampaikan kebijakan Revolusi Industri 4.0 itu terus digemakan. Sebagai Ketum JBMI,  saya ingin menjadikan Ponpes Terpadu JBMI sebagai wadah pembinaan bagi Suku Anak Dalam di berbagai bidang pendidikan keterampilan, sehingga nanti mereka lebih siap terhadap kehidupan yang lebih maju.

Berdasarkan sensus penduduk di BPS disebutkan bahwa  generasi muda berusia 16-19 tahun sebanyak 1990-an orang atau 55 persen dari sekitar 3.800 KK Suku Anak Dalam. Tetapi saya tidak melihat sebanyak itu di lapangan. Perkiraan saya  hanya ada sekitar 30 persen. Karena, di antara mereka ada yang sudah menikah, bekerja, bahkan ada yang menjadi tentara. Di antara mereka ada yang sudah tamat sekolah, baik di lembaga pendidikan formal maupun informal—kejar paket A, B, dan C–di daerah-daerah pinggiran kota, seperti di Marangin, Batang Hari, yang sudah agak modern. Yang belum modern misalnya di Sarolangun dan Tebo.

Namun, walaupun sudah  lulus SMA, banyak yang tidak mampu melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Mereka sebenarnya ingin melanjutkan kuliah. Sementara orangtuanya masih mencari-cari di mana mereka harus tinggal, dan bagaimana cara menyekolahkan anaknya. Maka saya bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Agama Islam Ahsyahta di Jambi untuk memecahkan persoalan tersebut.  Kami secara bersama-sama mencari beasiswa dari pemerintah untuk membantu remaja-remaja Suku Anak Dalam agar bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Kembali ke Ponpes Terpadu JBMI. Pendidikan keterampilan apa saja yang akan diberikan kepada Suku Anak Dalam?

Seperti saya sampaikan di atas, ternyata mereka sudah bergentayangan (melangun) ke pemukiman penduduk. Untuk bertahan hidup, ada yang memungut barang-barang bekas, bahkan ada yang menjadi pengemis. Jadi, tidak ada tempat tujuan mereka melangun yang pasti.

Pondok Pesantren Terpadu kitat bangun sebagai tempat tujuan melangun yang pasti. Ponpes Terpadu ini ada destinasi melangun, balai latihan keterampilan otomotif,  elektronik, kontruksi, membuat kursi, dan kegiatan UMKM.

Yang terpenting, penelitian saya ini tidak bersinggungan dengan penelitian yang dilakukan Walhi, Warsi, Dompet Sumatera, LSM Sekolah, dan LSM lainnya. Saya meneliti apa yang tidak mereka teliti. Karena ternyata masih banyak kekosongan. Pemerintah memang membangun rumah untuk Suku Anak Dalam. Namun bagi mereka, bukan itu yang mereka butuhkan. Bukan model rumah yang dibangun pemerintah yang diinginkan. Mereka ingin membangun rumah sesuai adat istiadat di lahan atau pekarangan tempat mereka hidup. Saya temukan bahwa hampir 80 persen bangunan yang dibangun pemerintah perlu ditinjau kembali. Perlu diadakan restrukturisasi sosial kembali. Untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi Suku Anak Dalam dengan pemerintah, menurut saya perlu ada sebuah Badan Nasional Penanggulangan Komunitas Adat Terpencil atau BNPKAT.

Fungsi BNPKAT?

Saat ini Suku Anak Dalam itu masih berkonflik dengan perusahaan perkebunan, di sisi lain tidak ada yang memperhatikan mereka untuk kepentingan lahan mereka. Karena semua lahannya sudah diambil perusahaan perkebunan. Diawali dengan maraknya HPH, menjadi HGU perkebunan, HTI, dan pertambangan. Ketika menghadapi konflik mereka butuh bantuan. Karena sebagian besar tidak pandai baca tulis.

Ternyata, saya temukan orang Suku Anak Dalam ada yang memiliki surat pengelolaan lahan. Suku Anak Dalam di Batang Hari, misalnya, mereka memiliki surat tentang penguasaan wilayah dari Kresidenan Palembang zaman Pemerintahan Kolonial Belanda. Isi surat iitu menyatakan bahwa nenek moyang mereka sudah tinggal di situ sebelum Belanda datang ke Indonesia.

Maka perlu dibentuk Badan Nasional Komunitas Adat Terpencil. BNPKAT juga membantu memecahkan persoalan yang dihadapi Suku Anak Dalam lainnya di Indonesia.  Di Indonesia terdapat 19 Suku Anak Dalam. Jika keberadaan mereka tidak segera ditangani, akan  menjadi persoalan dalam konsep pembangunan sumber daya manusia (SDM) Pemerintahan Presiden Jokowi tahun 2020. Jadi, BNPKAT inilah yang nanti banyak memberikan pembinaan kepada mereka.

Jika mereka dibina dengan baik oleh BNPKAT, saya yakin konsepnya Presiden Jokowi di tahun 2021 sudah tuntas. Jadi sebenarya jika pemerintah kabupaten, provinsi, dan BNKAT secara terintegrasi memberikan pembinaan, saya yakin dua tahun selesai, dan mungkin mereka akan sejajar dengan warga masyarakat lain.

Payung hukum BNPKAT?

Jika kita melihat sejarah perkembangan terbentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dulu persoalan bencana ditangani oleh Dandim bersama pemerintah kabupaten. Seperti halnya BNPB, keberadaan BNPKAT juga ad hoc.

BNPB berdiri dengan dasar Keputusan Presiden. BNPKAT juga berdasarkan Keppres. Tentunya ada pendekatan-pendekatan politik. Banyak orang yang terganggu, yang biasa mereka lakukan menjadi terkontrol. Yang tadinya tidak terkontrol menjadi terkontrol. Misalnya Walhi, Warsi, Dompet Sumatera, lSM Sekolah, mereka akan dikontrol oleh BNPKAT. Jadi mereka tidak boleh serta merta masuk saja ke area penanganan Suku Anak Dalam. Sehingga terhindarlah Suku Anak Dalam dari “pemanfaatan” kepentingan. Jika badan ini dibentuk, saya yakin Suku Anak Dalam merasa diperhatikan secara utuh oleh Pak Jokowi. Artinya, pemerintah hadir di Suku Anak Dalam. Tidak lagi terpecah-pecah dalam pembinaannya.

Agar mampu menjalankan perannya, BNPKAT diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan pemberdayaan KAT dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Sehingga ketahanan GEMA SAD semakin tangguh, akhirnya ketahanan nasional pun tangguh.

Struktur BNPKAT haruslah efektif, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan pemberdayaan masyarakat KAT. Dengan struktur organisasi efektif dan efisien, berdampak positif pada penylenggaraan program kerja, penyerapan anggaran dan pelaksanaan pelayanan publik bagi masyarakat.  Hal ini dikarenakan sektor pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), untuk mewujudkan struktur organisasi yang kecil struktur tetapi mempunyai kapasitas yang besar, sebagai implementasi prinsip efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kamis, 25 Juli 2019

JBMI Gagas Ponpes khusus Suku Anak Dalam, Bulog : Akan Dibantu Sebisa Kami


 DPP JBMI beraudiensi Dengan Perum Bulog Pusat

JBMINews; Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) menggagas pembangunan pondok pesantren bagi Suku Anak Dalam (SAD) di Provinsi Jambi. Pesantren ini nantinya akan menjadi pesantren pertama yang secara khusus diperuntukkan bagi anak-anak dan pemuda dari Suku Anak Dalam.
Gagasan pembangunan pesantren Suku Anak Dalam ini lahir setelah JBMI bersama sejumlah lembaga yang tergabung dalam kelompok Al-Jassrah melakukan penelitian kurang lebih 2 bulan terhadap Suku Anak Dalam di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi. Selain JBMI, lembaga lain yang tergabung dalam Al-Jassrah adalah STAI Ahsanta, Badko GMI Provinsi Jambi, KMB, Kontra dan Poltekkes Jambi.
 
Dikutif dari dokumen laporan penelitian yang telah disusun, pembangunan Pesantren khusus Suku Anak Dalam ini merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan anak-anak Suku Anak Dalam agar siap menghadapi perkembangan zaman dan revolusi industri 4.0.
 
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Al-Jassrah, saat ini masih banyak anak-anak muda dari Suku Anak Dalam yang belum dapat menikmati pendidikan sebagaimana mestinya. Meski sejumlah program pemberdayaan sudah dilakukan oleh LSM/NGO, namun hasilnya belum maksimal.
"Dengan membangun pondok pesanten terpadu khusus Suku Anak Dalam maka anak-anak dan pemuda Suku Anak Dalam akan dididik dengan ilmu keagamaan dan keterampilan khusus sehingga ketika mereka selesai pendidikan, dapat bekerja secara profesional di perusahaan-perusahaan sekitar atau menciptakan usaha sendiri. Pondok pesantren ini juga nanti dapat menjadi lokasi Melangun Destination yang menjadi salah satu budaya Suku Anak Dalam," demikian kutipan dari penelitian tersebut.
 
Menurut Ketua Umum DPP JBMI, Albiner Sitompul, saat ini sudah ada pihak yang bersedia mewakafkan lahan seluas 12 hektar untuk pembangunan pesantren di Provinsi Jambi. Seluas 3 hektar akan digunakan untuk bangunan pesantren, sedangkan sisa lahan yang lain akan digunakan untuk mendukung praktek keterampilan para santri.
 
Sejumlah pihak juga menyambut baik rencana pembangunan pesantren ini. salah satunya Perum Bulog "Perwakilan Perum Bulog sudah menyatakan kesediannya untuk membantu pembangunan pesantren dan mereka sudah melakukan survei ke lokasi lahan pesantren," ujar Albiner.
 
Albiner juga berharap Presiden Jokowi memberikan restu pembangunan pesantren ini. "Kami berharap bapak Presiden menyetujui pembangunan pesantren pertama untuk Suku Anak Dalam ini," harap Albiner.[]

Rabu, 24 Juli 2019

Albiner Sitompul, Ketum JBMI Masuk Bursa Calon Menteri Agraria dan Tata Ruang

Ketua Umum JBMI dan Beberapa Pengurus DPP JBMI Bersilaturahmi dangan Prof. Yusril Ihza Mahendra (Ketum PBB)


JBMI News :  Bursa calon menteri dikabinet Joko Widodo (Jokowi) - K.H. Maruf Amin. kian menarik dan jadi.sorotan,  dan dalam beberapa kesempatan dimedia Presiden Jokowi mengaku sudah mengantongi nama sejumlah sosok yang akan membantu pemerintahannya selama lima tahun kedepan.
Jokowi  juga membocorkan soal komposisi kalangan profesional dan politisi yang akan mengisi kabinetnya,  lantas spekulasi nama nama yang bakal menjadi menteri pun beredar,  diantara nama yang disebut sebut bakal menjadi menteri adalah Albiner Sitompul mantan Kepala Biro Pers.Istana Kepresidenan.
Albiner disebut bakal menduduki posisi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Munculnya nama Albiner sebagai salah satu kandidat menteri dalam kaboner kerja jilid II priode 2019-2014 tidak mengherankan pasalnya pria yang pernah menjabat.sebagai Kapen Kostrad tersebut, dan saat ini juga menjadi Ketua Umum Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) dianggap mampu menerjemahkan visi-misi pemerintahan Jokowi - K.H. Maruf Amin mendatang.
Wasekjend DPP JBMI Jabar Hasibuan menanggapi terkait munculnya nama Albiner sebagai salah satu kandidat menteri dalam kabinet kerja Jilid II priode 2019-2024 mengatakan bagi kalangan dekat Albiner Sitompul dikenal sebagai orang jujur dan mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat. Menurut Jabar Hasibuan setidaknya ada tiga alasan yang membuat Albiner cocok menjabat sebagai menteri  yakni pertama : berprestasi dan bukan orang baru  "Albiner bukan orang baru dilingkungan Istana Negara,  Jenderal bintang satu itu pernah menjabat sebagai Kepala Biro Pers Istana Negara tahun 2014-2015,  selepas itu Albiner ditugaskan sebagai tenaga ahli di Lemhanas hingga saat ini" ucap Jabar.
Sekretaris OKK DPP JBMI Herman Saragih juga menanggapi terkaitnya Berita yang beredar di Medsos bahwa Ketum JBMI masuk dalam Bursa Calon Menteri di Pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin mendatang,  Albiner memiliki rekam jejak yang baik dan juga merupakan putra.asli Sumut itu memiliki kemampuan menejerial, kemampuan mengeksekusi dan sudah teruji, serta sering turun langsung ke masyarakat yang saat ini sering dilakukan beliau saat menjalankan program - program JBMI" ujar Herman Saragih. (Red)

Sabtu, 18 Mei 2019

Menelusuri Islam Pertama di Indonesia

 

Agus Salim menarik sarung bermotif kotak-kotak biru yang tersampir di pundaknya. Pria hampir separuh baya asal Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara tersebut segera memakai sarung itu menutupi celana panjang jeans birunya yang sudah sobek di kedua lutut. Sesekali ia menengok ratusan anak tangga yang menjulang tinggi di depannya.
Setelah meletakkan peci hitam di atas kepalanya, Agus melangkahkan kaki ke anak tangga pertama. "Bismillah," ujarnya mantap. Satu per satu anak tangga ditapakinya. Sesekali tangan kanannya meraih besi pembatas untuk membantu menarik tubuhnya ke atas. Cuaca cerah di pagi itu membuat matahari terasa begitu menyengat. Belum begitu lama berjalan ke atas peluh mulai keluar dari pori-pori kulit dan membasahi pakaiannya.
Kira-kira 10 menit lebih perjalanan dari bawah, Agus memutuskan beristirahat di sebuah pondok kecil. Tempat peristirahatan pertama itu kira-kira masih sepertiga perjalanan untuk sampai ke tujuan. Sambil mengatur nafasnya yang berkejaran, dari ketinggian sekitar 100 meter di atas permukaan laut matanya menyapu kota Barus, Tapanuli Tengah yang terletak di bibir pantai Samudra Hindia. "Saya meniatkan datang ke Barus dan naik ke makam Papan Tinggi ini. Mumpung masih kuat," katanya.
Agus salah seorang peziarah yang mendatangi pemakaman Papan Tinggi yang berlokasi di desa Pananggahan, Kecamatan Barus Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah. Sebuah kompleks pemakaman yang terletak di puncak sebuah bukit dengan ketinggian sekitar 200 meter dpl. Untuk sampai ke puncak itu setiap peziarah harus meniti sebanyak hampir 800 anak tangga.


Kompleks Makam Papan Tinggi di Barus, Sumatera Utara
Foto : Gusti Ramadhan/Detik.com

Ada tujuh makam yang terletak di kompleks pemakaman itu. Tapi ada satu makam yang tampak sangat berbeda dengan bentuk makam-makam pada umumnya. Jarak batu nisan antara kepala dan kaki mencapai hampir 9 meter. Tinggi kedua batu nisan mencapai sekitar 1,2 meter. Makam ini jadi tujuan utama banyak orang yang datang dari berbagai kota di Indonesia untuk berziarah kubur.
Tokoh masyarakat Barus, Zuardi Mustafa Simanullang, mengatakan pada nisan makam itu tertulis Syekh Mahmud dari Hadramaut, Yaman. "Wafatnya pada tahun Dal-Mim yang bisa diartikan tahun 44 Hijriah," ujar Zuardi pada detikX. Selain situs Papan Tinggi, terdapat juga situs Mahligai yang kerap didatangi para peziarah. Jaraknya sekitar 3 kilometer dari kompleks Papan Tinggi. Luasnya sekitar tiga hektar dan di sekitarnya terdapat perkebunan karet. Kompleks makam ini terletak di perbukitan.
"Ini menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah Saw orang-orang Hejaz itu sudah berlayar mengarungi lautan"

Ada sekitar 215 makam yang berada dalam kompleks makam Mahligai. Makam-makam ini tersusun berkelompok. Satu makam yang dinilai paling tua yakni milik Syekh Rukunuddin. Syekh Rukunuddin diyakini berasal dari jazirah Arab. "Kalau Syekh Mahmud pada nisannya tertulis Dal-Mim. Sementara pada nisan Syekh Rukunuddin tertulis Ha-Mim," kata Zuardi. Berdasarkan Ilmu Falak dari kitab Tajul Muluk, Ha-Mim, kata Zuardi, bisa diterjemahkan tahun 48 Hijriah.
Keterangan Zuardi serupa dengan pandangan seorang sejarawan asal Aceh bernama Dada Meuraxa. Dada dalam sebuah seminar bertajuk "Masuknya Islam di Nusantara" yang digelar di Medan pada Maret 1963 meyakini Islam masuk ke Barus pada abad pertama Hijriah. Dasarnya adalah penemuan batu nisan Syekh Rukunuddin yang berada di kompleks pemakaman Mahligai itu. "Masuknya Islam pertama di nusantara itu di Barus," ujar Zuardi yang juga Rais Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama Barus itu.


Para peziarah di kompleks Makam Papan Tinggi, Barus, Sumatera Utara
Foto : Pasti Liberti/Detik.com

Dalam seminar di Medan itu juga, Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka mengajukan teorinya tentang masuknya Islam di Indonesia. Menurut Hamka Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab. Bukan dari India atau Gujarat. "Bukan pula pada abad-abad pertengahan, tapi pada abad ke-6 atau ke-7 (Masehi), yaitu masih dalam zaman Khulafaur Rasyidin," tulis putra Buya Hamka, Rusydi Hamka, dalam buku Buya Hamka : Pribadi dan Martabat.
Kepada Rusydi, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama itu menyebut sumber pendapatnya itu dari buku perjalanan Ibnu Batutah, kisah pengembara China, Cheng Ho dan buku Sir Thomas Arnold. Kemudian beberapa hadis Nabi tentang berwudu dengan air laut. "Ini menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah Saw orang-orang Hejaz itu sudah berlayar mengarungi lautan," tulis Rusydi.
Buya Hamka juga membacakan Surah Al-Insan ayat 5 pada Rusydi yang terjemahannya Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan akan meminum dari piala yang campurannya ialah kafur. Tafsir kata kafur dalam ayat tersebut ialah kapur barus atau kamper. "Di mana di dunia ini ada kapur barus, kalau bukan di Barus, Sumatra," kata Hamka yang kemudian dikutip putranya. Pemikiran Dada dan Hamka tersebut menimbulkan silang pendapat. Terutama karena arus utama tentang sejarah mula Islam di nusantara didominasi nama Kesultanan Samudra Pasai.
Nama Barus kembali mengemuka saat Presiden Joko Widodo meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara pada Maret 2017 lalu. Perdebatan soal sejarah awal Islam nusantara kembali mengemuka. Ketua Umum Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), Albiner Sitompul mengakui organisasinya yang memberi usulan dan masukan kepada pemerintah. "Usulan kami berdasarkan fakta-fakta sejarah," ujar Albiner kepada detikX.
Albiner menyebut pedagang Arab memasuki Barus sekitar 627-643 M atau sekitar abad pertama Hijriah, dan menyebarkan agama Islam di daerah itu. Albiner juga mengutip pendapat Hamka bahwa ada utusan Khulafaur Rasyidin, bernama Syekh Ismail akan ke Samudera Pasai dan singgah di Barus, sekitar tahun 634 M. "Sejak itu, tercatat bangsa Arab (Islam) mendirikan koloni di Barus," ujar mantan Kepala Biro Pers Istana Presiden itu.

Tugu Titik Nol Islam di Nusantara
Foto : Gusti Ramadhan/Detik.com

Peneliti Balai Arkeologi Sumatera Utara Eri Sudewo memaparkan bacaan batu nisan di Papan Tinggi dan batu nisan Syekh Rukunuddin yang dilakukan Ludvik Kalus, ahli Sejarah Islam dari Universitas Sorbonne Paris. Dari nisan Syekh Rukunuddin yang sekarang tersimpan di museum di Medan Ludvik terbaca tanggal wafat Syekh Rukunuddin pada malam Senin 23 bulan Safar tahun 800 Hijriah. "Atau sekitar abad ke-13 Masehi," ujar Eri kepada detikX.
"Mungkin ada orang Islam dari Timur Tengah dan India yang sudah hadir di sana tetapi tidak menetap lama sehingga komunitasnya tidak begitu tampa"
Sementara untuk nisan di Papan Tinggi, pada batu nisan selatan yang terbuat batu granit terdapat dua sisi dengan bahasa berbeda. Sisi selatan ada teks dalam bahasa Arab yang diantaranya tertulis sepenggal ayat dalam AlQuran "Kullu syai'un halikun illa wajhahu" serta nama Syekh Mahmud. Sementara pada sisi selatan terdapat teks bahasa Persia yang berisi sajak. Batu nisan sebelah utara, teks pada kedua sisinya dalam bahasa Arab yang isinya terdapat hadist.
Menurut Eri, berdasarkan bacaan terbaru tersebut komunitas Islam yang ada di Barus baru terbentuk paling tua pada akhir abad ke-11 atau awal abad ke-12. "Sebelum itu mungkin ada orang Islam dari Timur Tengah dan India yang sudah hadir di sana tetapi tidak menetap lama sehingga komunitasnya tidak begitu tampak," katanya. "Bukti interaksi dengan Timur Tengah abad ke-9 Masehi itu ada. Ditemukan artefak berupa pecahan gerabah bergelasir dan artefak berbahan kaca. Jika ditinjau dari tipologinya sama persis dengan artefak sejenis di Timur Tengah yang asalnya dari abad ke-9."
Berdasarkan temuan artefak itu, Eri kurang bersepakat jika Barus disebut titik awal peradaban Islam di nusantara. Peradaban membutuhkan komunitas serta sistem pemerintahan yang teratur dan kompleks. "Kalau disebut titik nol kebudayaan Islam di nusantara lebih bisa diterima. Karena beda sekali antara kebudayaan dengan peradaban."

Sumber : Detik.com

Jumat, 10 Mei 2019

JBMI Memprakarsai Ponpes khusus Untuk Suku Anak Dalam

 
JBMI Menerima Zakat, Infaq & Sodaqhoh para Muslimin dan Muslimat Untuk Pembangunan Pondok Pesantren Al Jam'iyatul Fallah di Kab. Tebo - Jambi, yang mana Ponpes ini khusus untuk Suku Anak Dalam.

Minggu, 20 Januari 2019

1 Juta Warga dan Ulama Tarekat di Karawang sambut Jokowi

 
JBMINews, Jakarta - Dari Garut, Presiden Joko Widodo melakukan perjalanan darat menuju Karawang, Jawa Barat. Tiba di Karawang, Jokowi menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pondok Pesantren Al Baghdadi.

Jokowi tiba di Pondok Pesantren Al Baghdadi, Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (19/1/2019) pukul 22.30 WIB. Acara yang dihadiri yakni peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Haul Syekh Abdul Qodir Al Jaelani.

Begitu tiba, Jokowi langsung disambut pengasuh Pondok Pesantren Al Baghdadi yakni KH Junaedi Al Baghdadi. Jokowi kemudian langsung diajak ke panggung acara.
Di hadapan panggung sudah berkumpul puluhan ribu jamaah. Kehadiran Jokowi juga disambut dengan lantunan shalawat Nabi Muhammad SAW.

Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan sudah tak asing lagi dengan Ponpes Al Baghdadi dan jemaah Manaqib. Bahkan dia sudah 7 kali bertemu KH Jaelani Al Baghdadi.

"Ini adalah kunjungan saya yang ketujuh. Meskipun yang ketemu dengan bapak ibu dan saudara sekalian adalah yang kedua atau ketiga. Sebab itu saya sangat bahagia malam hari ini bisa ketemu kembali. Ketemu, dan saya berharap masih bisa ketemu kembali," kata Jokowi.

Informasi yang dihimpun, jumlah jemaah yang hadir lebih kurang sekitar 900 ribu, hampir 1 Juta. Mereka tidak hanya berasal dari Karawang, tetapi juga dari berbagai wilayah lain di Indonesia.

"Saya datang berbis-bisa bersama jemaah lain dari Lampung. Kita datang karena memang perasaan sudah seperti saudara sendiri yang kuat," kata Ana Riana yang juga mengaku mendapatkan amanat dari KH Jaelani Al Baghdadi untuk membuka cabang Ponpes Al Baghdadi di Lampung Timur.

Minggu, 13 Januari 2019

Jokowi: Setelah Infrastruktur, Kita Bangun SDM Indonesia

Jakarta - Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan membawa Indonesia membangun sumber daya manusia (SDM) di periode kedua kepemimpinannya apabila terpilih lagi di Pilpres 2019.
Hal itu disampaikannya di hadapan belasan ribu alumni Universitas Indonesia (UI) yang memadati Plaza Tenggara, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (12/1/2019).
"Setelah pembangunan infrastruktur, kita masuk ke pembangunan SDM," kata Jokowi yang disambut teriakan oleh para peserta acara.
Di acara itu, hadir sejumlah petinggi seperti Puan Maharani, Pramono Anung, Ketua TKN Erick Thohir, dan Ketua TKD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.
Diingatkan Jokowi, di lima tahun pertama pemerintahannya, dia telah membawa Indonesia membangun infrastruktur. Bukan hanya sekedar infrastruktur besar seperti jalan tol, bendungan, jembatan, dan bandara. N
amun juga infrastruktur kecil di pedesaan.
Dijelaskannya, pada 2015, Dana Desa digelontorkan Rp 20 triliun. Setiap tahun mengalami peningkatan dan pada 2019 menjadi Rp 73 triliun. Hitungan dia, ada Rp 257 triliun total Dana Desa yang digelontorkan ke ribuan desa di Indonesia sejak dia memerintah.
"Kalau Anda pergi ke desa, itu jadi barang. Seingat saya ada 108.000 kilometer jalan desa dikerjakan dari Dana Desa, 6900 pasar kecil-kecil di desa, dan pembangunan yang lain. Artinya, infrastruktur itu juga ada di desa, bukan sekedar tol di Pulau Jawa yang sudah dibuka," beber Jokowi.
Di luar itu, untuk masyarakat kurang mampu, ada Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Ada 96 juta masyarakat yang gratis iuran KIP sehingga bisa mendapat pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan rumah sakit.
Untuk KIP, ada 19 juta anak-anak kurang mampu diberikan bantuan agar bisa sekolah. Ada lagi Program Keluarga Harapan (PKH), yang diberikan ke 10 juta kepala keluarga pada tahun ini.
"PKH bisa digunakan baik untuk memulai usaha-usaha supermikro, maupun pendidikan dan kesehatan keluarga. Ada yang menerima Rp1,8 juta, Rp3,6 juta, Rp3,8 juta, tergantung kondisi keluarganya," jelas Jokowi